“KEBAHAGIAAN”
Kucing-kucing hitam yang lucu bercerita padaku.
“Sebenarnya aku dulu manusia, namun aku lelah
menjadi manusia, aku memilih menjadi seekor kucing, aku seperti ini adalah
kehendakku…” katanya.
Lalu aku tanyakan, “kenapa kamu lelah menjadi manusia?
apakah karena manusia memiliki perasaan, dan di antaranya lelah itu sendiri
hingga kamu lelah dan memilih menjadi kucing?”.
“bukan, bukan itu. dulu aku adalah jenderal
perang pada sebuah kerajaan, aku telah jauh berpetualang, melebihimu nak! kapal-kapal,
panah, pedang, dan pakaian besi adalah temanku sehari-hari. aku memiliki masa
muda yang jauh indah darimu, jauh menantang darimu. aku memiliki wanita yang
jauh menawan darimu” jelasnya padaku.
“lalu kenapa kamu memilih menjadi seperti ini,
bukankah kamu bahagia menjadi manusia, memiliki tahta, memiliki kehidupan yang
indah?” tanyaku penasaran.
“aku lelah mengejar kebahagiaan itu sendiri nak!
hingga suatu ketika pasukanku porak-poranda. dan aku melarikan diri. semuanya
mati, hanya aku yang tersisa karena lari. aku menjauh ke dalam hutan, dan aku
diselamatkan seorang kakek tua. dia sungguh baik, hidup sendiri, tapi aku lihat
guratan senyum selalu menyertainya.
aku heran, bahkan aku yang telah berpetualang
jauh sembari melihat jenaka kehidupan tak pernah bisa sepertinya. lalu aku
tanyakan perihal itu. aku juga menanyakan perihal kebahagiaan.
malah dia bertanya kepadaku, ‘pernahkah engkau
menanyakan arti kebahagiaan hidup itu sendiri?’, lalu dia menanyakan ‘bagaimana
engkau memaknainya selama ini?’.
aku jawab, ‘iya, bahkan hampir setiap hari aku
menanyakan itu dan aku memaknai kebahagiaan itu ketika kita mampu bersyukur,
mampu membela yang benar, mampu bersabar, kebahagiaan itu, ketika melihat orang
lain tersenyum’.
kakek itu menjawab, ‘engkau menanyakan arti
kebahagiaan itu sudah kesalahan, sama seperti engkau menanyakan arti kehidupan.
juga, hampir semua orang pernah melakukan kesalahan ini, kakek juga dulu
seperti itu. kebahagiaan itu dijalani, engkau akan menemukannya dalam
perjalanan hidup ini. tak perlu dibuat-buat, tak perlu berpura-pura. begitu
juga kehidupan, harus kita jalani. jika engkau memaksaku menjelaskan
kebahagiaan padamu, dengarkan ini, duduklah!’ lalu aku menuruti kakek itu, aku
duduk, dia juga duduk.
‘kebahagiaan itu dari dalam, itu berarti kita
harus membuatnya sendiri. tapi, kebahagiaan yang sebenarnya itu dari luar.
engkau akan sedikit bingung. begini nak! kebahagiaan yang dari luar itu
kebahagiaan sebenarnya, kebahagiaan yang dari dalam itu adalah kebahagiaan
sejati. jadi kita harus membuat sumur kita sendiri di dalam hati kita, yang
dalam dan bening. kedalaman hati kita akan mampu mendorong kita untuk selalu
bermaksud baik, berprasangka baik, selalu berbuat baik. dan kebeningan hati
kita akan mampu menyegarkan hati kita. jika kita memiliki itu, sekalipun amarah
kita disulut, keadaan memaksa kita bersedih, kita akan tetap bahagia, kita akan
tetap bermaksud baik, tidak dendam, tidak iri. juga, kebeningan hati kita akan
mendamaikan, mensejahterakan hati dan jiwa kita’ katanya.
sekarang, aku tak tahu berapa umurku, mungkin
sudah ribuan. dan pernah aku menyesal, seharusnya aku menyelsaikan kisah
hidupku dengan indah nak! tapi ini sudah terlanjur. maka, selama engkau menjadi
manusia dan menjalani kehidupan, jangan berfikir untuk menjadi burung yang
terbang bebas, bahkan kucing sepertiku berharap menjadi manusia. buatlah,
karanglah kisah yang indah dalam kehidupanmu, dari awal sampai akhir, tak perlu
diceritakan, simpan dalam hati yang dalam nak! ingat, semua manusia dapat
memilih kisah hidupnya, juga kebahagiaan sejati itu dari dalam, bukan dari luar
nak!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar