Perbandingan cyber law, Computer crime act (Malaysia), Council of Europe Convention on Cyber crime.
1. CYBERLAW
Cyberlaw merupakan salah satu solusi dalam
menangani kejahatan di dunia maya yang kian meningkat jumlahnya. Cyberlaw bukan
saja keharusan, melainkan sudah merupakan suatu kebutuhan untuk menghadapi
kenyataan yang ada sekarang ini, yaitu banyaknya berlangsung kegiatan
cybercrime. Tetapi Cyberlaw tidak akan terlaksana dengan baik tanpa didukung
oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan ahli dalam bidangnya. Tingkat
kerugian yang ditimbulkan dari adanya kejahatan dunia maya ini sangatlah besar
dan tidak dapat dinilai secara pasti berapa tingkat kerugiannya. Tetapi
perkembangan cyberlaw di Indonesia ini belum bisa dikatakan maju.
Oleh karena itu, pada tanggal 25 Maret 2008 Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE). UU ITE ini mengatur berbagai perlindungan hukum atas
kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun
pemanfaatan informasinya. Sejak dikeluarkannya UU ITE ini, maka segala
aktivitas didalamnya diatur dalam undang-undang tersebut. Cyberlaw ini sudah
terlebih dahulu diterapkan di Negara seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia,
dan lain sebagainya.
CYBERLAW INDONESIA
Indonesia memang baru belakangan ini serius
menanggapi kejadian-kejadian yang ada di dunia maya. Dari dulu undang-undang
untuk dunia cyber dan pornografi hanya menjadi topik yang dibicarakan tanpa
pernah serius untuk direalisasikan. Tapi sekarang Indonesia telah memiliki
Cyberlaw yang biasa disebut UU ITE.
Secara umum, bisa kita simpulkan bahwa UU ITE boleh
disebut sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan
di dunia maya. Mungkin anda sedikit malas membaca pasal-pasal ITE yang tidak
sedikit itu sehingga secara garis besar UU ITE dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a.
Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti
lainnya yang diatur dalam KUHP
b.
UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan
perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia
yang memiliki akibat hukum diIndonesia
c.
Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
d.
Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan
pada Bab VII (pasal 27-37):
- Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
- Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
- Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
- Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
- Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
- Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
- Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
- Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising?))
Namun UU ITE Indonesia masih banyak
harus mengalami revisi dan pembaruan, karena masih belum lengkapnya
aturan-aturan untuk pelanggaran di dunia maya. Seperti masalah spamming,
penyebaran spam sangat mengganggu pengguna internet.
CYBER LAW NEGARA SINGAPORE :
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10
Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk
transaksi perdagangan elektronik di Singapore.
ETA dibuat dengan tujuan :
1.
Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan
arsip elektronik yang dapat dipercaya
2.
Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu
menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas
penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan
pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk
menerapkan menjamin mengamankan perdagangan elektronik
3.
Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang
dokumen pemerintah dan perusahaan
4.
Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama
(double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan
penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
5.
Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan
mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
Didalam ETA mencakup :
1.
Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang
online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa
kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
2.
Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang
dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi
pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut.
3.
Tandatangan dan Arsip elektronik
Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk
menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik
tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
2. Computer
Crime Act ( malaysia )
Adalah sebuah undang-undang untuk menyediakan
pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan computer di
malaysia. CCA diberlakukan pada 1 juni 1997 dan dibuat atas keprihatinan
pemerintah Malaysia terhadap pelanggaran dan penyalahgunaan penggunaan computer
dan melengkapi undang-undang yang telah ada. Computer Crime Act (Akta Kejahatan
Komputer) merupakan Cyber Law (Undang-Undang) yang digunakan untuk memberikan
dan mengatur bentuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan
penyalahgunaan komputer. Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang
dikeluarkan oleh Malaysia adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah
dimiliki dan dikeluarkan negara Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan
dengan dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital),
serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia). Di
Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan komputer yang dibuat tahun
1997, proses komunikasi yang termasuk kategori Cyber Crime adalah komunikasi
secara langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan suatu kode atau
password atau sejenisnya untuk mengakses komputer yang memungkinkan
penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi terjadi.
3. Council of Europe Convention on Cybercrime (COECCC)
Merupakan salah satu contoh organisasi
internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di
dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerja
sama internasional dalam mewujudkan hal ini. COCCC telah diselenggarakan pada tanggal
23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati
bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan
nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh
minimal lima Negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh tiga
Negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup
luas, bahkan mengandung kebijakan criminal yang bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari cybercrime, baik melalui undang-undang maupun kerja sama
internasional. Konvensi ini dibentuk
dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut:
Bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya
kerjasama antar Negara dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya
kebutuhan untuk melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan
pengembangan teknologi informasi. Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam
penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan
kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses
penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui
suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat. Saat
ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian
antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan
Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan
Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan
perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup
kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.
Perbedaan
Cyber Law, Computer Crime Act, dan Council of Europe Convention on Cybercrime
1. Cyber Law: merupakan seperangkat aturan yang
dibuat oleh suatu Negara tertentu dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku
kepada masyarakat Negara tertentu.
2. Computer Crime Act (CCA): merupakan
undang-undang penyalahgunaan informasi teknologi di Malaysia.
3. Council
of Europe Convention on Cybercrime: merupakan organisasi yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia internasional. Organisasi ini
dapat memantau semua pelanggaran yang ada di seluruh dunia.
RUU tentang informasi dan transaksi elektronik ITE
RUU tentang informasi dan transaksi elektronik ITE
PENJELASAN
UU ITE
UU ITE adalah hukum yang mengatur
pengguna informasi dan transaksi elektronik yang dilakukan dengan menggunakan
media elektronik. Undang Undang ITE ini dibuat pada tahun 2008 dan ini adalah
undang-undang cyber pertama yang dimiliki Indonesia, untuk mengatur maupun
memfasilitasi penggunaan dan transaksi informasi dan transaksi elektronik yang
banyak digunakan saat ini. UU ITE ini juga digunakan untuk melindungi pihak
pihak yang ada di dalam maupun berkaitan dalam Informasi dan Transaksi
Elektronik ini. Dalam kata lain UU ITE ini dibuat untuk mencegah dan mengontrol
penyimpangan penyimpangan yang mungkin dan dapat terjadi di dalam proses ITE
tersebut.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
CONTOH
KASUS PELANGGARAN UU ITE
Muhammad Arsyad atau disebut MA 24 tahun, ditahan
di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia karena dituduh menghina Presiden
Joko Widodo di media sosial Facebook. Penahanan MA, warga Ciracas, Jakarta
Timur, telah dilakukan sejak Kamis lalu hingga hari ini. Kuasa hukum MA, Irfan
Fahmi, mengatakan MA terjebak panasnya situasi politik saat pemilihan presiden
Juli lalu. Saat itu ia memang memuat beberapa gambar yang didapatnya dari
Internet tentang rupa dan kata-kata bermuatan SARA terhadap Jokowi. "Dia
hanya ikut-ikutan saja, terjebak situasi politik saat itu," ujar Irfan
saat dihubungi Tempo, Selasa, 28 Oktober 2014. Menurut Irfan, MA
melakukan hal itu karena tak paham bahwa perbuatannya berujung penahanan.
Apalagi, sehari-harinya, MA hanya bekerja sebagai tukang tusuk sate di sekitar
rumahnya. "Konten-konten yang diunggahnya ke Facebook juga sudah dihapus
karena takut," katanya. Penangkapan MA berawal pada Kamis pagi, 23
Oktober 2014. Empat laki-laki berpakaian sipil mendatangi rumah MA. Mereka
menanyakan beberapa hal, kemudian langsung menciduk MA dan ke Mabes Polri.
"Setelah pemeriksaan selama 24 jam, MA ditetapkan sebagai tersangka pada
Jumat siang keesokan harinya," tutur Irfan.
MA dijerat beberapa pasal berlapis, yaitu pasal pencemaran nama baik dalam Undang-Undang ITE. Ancaman hukuman untuk MA mencapai 6 tahun penjara. Irfan mengaku tidak tahu siapa yang melaporkan MA atas tuduhan pencemaran nama baik tersebut.
MA dijerat beberapa pasal berlapis, yaitu pasal pencemaran nama baik dalam Undang-Undang ITE. Ancaman hukuman untuk MA mencapai 6 tahun penjara. Irfan mengaku tidak tahu siapa yang melaporkan MA atas tuduhan pencemaran nama baik tersebut.
Contoh kasus diatas merupakan pelanggaran terhadap
UU Nomor 11 pasal 27 ayat 3 Tahun 2008 tentang ITE. Dalam pasal tersebut dijelaskan
bahwa : "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik "Ketentuan pidana dalam atas pelanggaran pasal 27 ayat 3 yaitu :
"Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Oleh karena itu dengan adanya hukum tertulis yang telah mengatur kita hendaknya kita selalu berhati-hati dalam berkomunikasi menggunakan media. Menurut saya dengan adanya kasus ini yang telah menimpa orang yang berprofesi sebagai tukang sate menjadi tersangka atas pencemaran nama baik. Maka dari itu kita harus berhati-hati dalam menghadapi perkembangan Teknologi di era globalisasi ini. Hendaknya kita dapat mengontrol diri kita sendiri jika akan menulis di sebuah akun.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar